Merantau ke Jakarta tanpa uang dan pendidikan, Haryanto
akhirnya melamar sebagai anggota TNI. Setelah 20 tahun mengabdi di kesatuannya
dengan pangkat terakhir kopral, beliau justru sukses berbisnis angkutan umum.
Kini penghasilannya tak kalah dengan para jenderal. Berkat
ketekunan, keuletan, dan tentu saja garis keberuntungan yang tergores di
tangannya, Haryanto akhirnya memetik buah usahanya.
Bagi Haji Haryanto ini disiplin memang bukan hal aneh.
Maklum, beliau adalah mantan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Jangan pandang sebelah mata. Kariernya di TNI memang
berakhir saat beliau berpangkat kopral. Tapi, Haryanto benar-benar sukses
mengelola bisnis.
Saat ini beliau memiliki 83 bus eksekutif yang melayani jalur
Jakarta-Kudus, Pati, Jepara, Ponorogo dan Madura Selain itu, ia juga memiliki
150 unit angkutan kota (angkot) yang merajai seluruh trayek di Tangerang serta
memiliki show room mobil. Haryanto sendiri sebenarnya tak pernah menyangka ia
akan menjadi pengusaha. Pasalnya, ia terlahir sebagai anak desa di Kudus, Jawa
Tengah. Orang tuanya hanyalah buruh tani yang punya kerja sambilan sebagai
tukang memisahkan tulang dan daging ikan di pasar.
Adapun Haryanto, sejak kecil dididik untuk bekerja keras,
mulai dari menggembala sapi milik tetangga, berjualan es atau sebagai tukang
ngarit demi menambah penghasilan bagi kelangsungan hidup keluarganya. Maklum,
keluarganya adalah keluarga besar. Haryanto adalah anak keenam dari sebelas
bersaudara.Meski ulet, ternyata Haryanto cukup bandel. Buktinya, beliau tidak
menyelesaikan sekolahnya di bangku Sekolah Teknik Menengah (STM) lantaran
merasa tidak cocok. beliau lalu kabur dari rumah dan hijrah ke Tangerang.
"Saya akan mengubah nasib," begitu tekadnya waktu itu.Berbekal tekad
dan semangat yang kuat, di Tangerang Haryanto lalu mendaftar sebagai anggota
TNI.
Sejak kecil Haryanto memang bercita-cita bisa berseragam loreng sambil memanggul senjata. Cita-citanya itu akhirnya kesampaian juga. Tahun 1979 beliau mulai bekerja di kesatuan angkatan udara Kostrad di Tangerang. "Saya dididik jadi pengemudi, tugas saya mengangkut alat-alat berat, meriam, beras untuk konsumsi dan perminyakan," kenang Haryanto. Penghasilan yang beliau kantongi waktu itu sekitar Rp 18.000 per bulan.
Bekerja sambilan jadi sopir angkot karena sudah bekerja dan mengantongi gaji, pada 1982 Haryanto memberanikan diri untuk menikah. Tapi, gaji belasan ribu yang diterimanya tiap bulan itu ternyata tak cukup untuk menambal semua kebutuhan hidupnya. Bahkan, rumah sewa berukuran 3 x 4 meter yang beliau huni bersama dengan istrinya tak mampu ia bayar. "Untuk membayar sewa rumah saja saya utang," kenangnya. Kepepet dengan kondisi keuangan yang minim inilah yang justru mempertebal semangat Haryanto untuk mulai mencari usaha sampingan. Pada 1984, dengan modal uang tabungan kurang dari Rp 1 juta, Haryanto nekat membeli satu unit mobil angkutan kota (angkot) buatan Daihatsu.beliau pun lalu menjadi sopir bagi kendaraan pribadinya yang berpelat kuning. Waktu itu rute yang ia tempuh Pasar Anyar-Serpong. "Dulu masih kebun karet, jalannya juga enggak sebagus sekarang," paparnya.
Di sela-sela waktu bekerja sebagai sopir kendaraan militer di kesatuannya, Haryanto pun meluangkan waktunya untuk menyopiri angkotnya. Saban hari beliau menyopir angkotnya pada pukul 15.00-16.00, kemudian bekerja di Kostrad hingga pukul 19.00. Selepas pukul 22.00, ia mulai mengemudikan angkotnya lagi hingga dini hari. Suka tidak suka, Haryanto harus mengurangi waktu tidurnya demi menafkahi istri dan ketiga anaknya.Berkat rajin menyopiri angkotnya, tahun-tahun berikutnya Haryanto terus membeli angkot dari uang yang ia sisihkan.
Modal untuk membeli angkot juga didapatnya dari hasil kerja
sambilannya yang lain, sebagai perwakilan bus PO Sumber Urip yang ia tekuni
sejak 1990-2000. Angkotnya terus beranak-pinak hingga puluhan dan terus
bertambah menembus angka 100 unit. "Insya Allah sekarang saya telah
memiliki jalur angkot hampir seluruh Tangerang," ungkapnya penuh syukur.
Saat ini sekitar 150 angkot ada dalam daftar asetnya. Dari usaha angkotnya
saja, jutaan rupiah berhasil beliau kantongi setiap hari.Tapi, Haryanto bukan
orang yang gampang berpuas diri. Tahun 1990 ia membuka satu gerai showroom
mobil di Tangerang yang khusus menjual angkot dari beragam karoseri. Gerai ini
tak membutuhkan modal yang banyak, Haryanto hanya menyiapkan lahan bagi mereka
yang ingin menjual angkotnya. "Modalnya hanya kepercayaan," tukas
Haryanto. Showroom ini pun cukup laris, setiap bulan sekitar 20-30 unit mobil
berhasil beliau jual.Pensiun dari kopral, gajinya jenderal karena putaran roda
bisnisnya semakin kencang, Haryanto pun akhirnya memutuskan untuk keluar dari
kesatuannya di militer.
Kendati usianya baru 43 tahun, tahun 2002 lalu, ia melayangkan surat pengunduran diri. "Saya enggak dapat pesangon, tapi dapat pensiun Rp 800.000 per bulan," ujarnya.Sejak pensiun itulah Haryanto justru sibuk dengan mainan barunya, yaitu PO Haryanto yang dirintisnya pada tahun yang sama. Waktu itu Haryanto mendapat kucuran kredit dari Bank BRI sekitar Rp 3 miliar. Uang itu ia gunakan untuk membeli enam unit bus senilai masing-masing Rp 800 juta. "Pinjaman itu saya pakai untuk uang muka beli bus," katanya.Semula Haryanto mengoperasikan busnya untuk rute Cikarang-Cimone kelas non-AC alias ekonomi.
Sayangnya, bus jurusan tersebut sepi penumpang. Maka, ia mengalihkan ke bus eksekutif yang ber-AC dan membuat rute baru yang tujuannya tak jauh dari kampung halamannya, yaitu Jakarta-Kudus, Jakarta-Jepara, dan Jakarta-Pati. Demi menjaga kualitas, Haryanto mendidik sopir-sopirnya agar tidak ugal-ugalan dan diprotes penumpang. Walau sudah menjadi juragan, Haryanto pun tak segan-segan setiap hari nongkrong di terminal, memeriksa sendiri kondisi bus-busnya sambil mendengarkan keluhan penumpang.
Dari putaran roda bisnis di bisnis beragam angkutan penumpang ini, Haryanto kini menangguk pendapatan yang lumayan. Karyawannya pun kini telah mencapai 500 orang. "Saya enggak nyangka sekarang bisa menjadi pengusaha," ungkap Haryanto. Sebagai pengusaha, tentu saja penghasilan pensiunan kopral itu tak kalah dengan para jenderal.
Mengongkosi Sopir ke Tanah Suci Pergi ke tanah suci adalah impian Haryanto, pemilik PO Haryanto. Itu sebabnya, ia selalu menyisihkan sedikit demi sedikit penghasilannya. Berkat uang hasil tabungannya itulah, pada 1997, akhirnya ia bisa berangkat ke tanah suci bersama orang tua dan istrinya. Sejak kakinya menginjakkan tanah suci itulah ia berjanji pada dirinya untuk menjalankan bisnis ini dengan sungguh-sungguh. "Alhamdulillah saya bisa ke Mekkah juga dari hasil usaha angkot," ujarnya.
Haryanto agaknya sadar betul bahwa usahanya tak akan berhasil tanpa campur tangan Yang di Atas. Itu sebabnya, ia berikrar akan memberangkatkan sopir-sopirnya ke Tanah Suci. Maka dari itu, setiba dari Mekkah, kendati harga dolar sedang mahal-mahalnya, Haryanto memenuhi janjinya pada diri sendiri untuk memberangkatkan karyawannya naik haji. Kesempatan pertama itu ia hadiahkan pada satu orang sopir yang telah setia bekerja padanya. "Dia sopir pertama yang saya berangkatkan ke tanah suci," ujarnya.
Tradisi memberangkatkan karyawannya itu terus ia pelihara hingga sekarang. Bagi karyawan yang taat dan tekun beribadah, Haryanto tak segan-segan membagi tiket untuk beribadah ke Mekkah.
Yang bisa kita petik dari kisah ini adalah :
- Bekerja
tanpa kenal lelah akan membuat hasil yang membanggakan
- Jangan
merasa puas dengan hasil saat ini, seperti Bpk Haryanto yang membuat
bisnis angkutan meskipun beliau adalah seorang tentara
- Menyisihkan
sebagian penghasilan untuk modal usaha berikutnya adalah cara efektif
untuk mengatur ekonomi
- Keluarga
adalah fondasi karakter seseorang, maka buat se HARMONIS mungkin keluarga
Anda
- Yakinlah
kesuksesan kita tidak akan berhasil jika tidak dengan campur tangan Tuhan
Yang Maha Esa. maka kembalikan semua ini kepada-Nya
- Cerita
ini memotivasi saya, karena menambah "Daftar orang sukses dengan nama
Haryanto",Semoga Sayapun juga mampu menambah daftar tersebut dengan
nama ndeso HARYANTO seperti saya.
Salam Harmonis
sumber : fanspage po haryanto
0 komentar:
Post a Comment